Saya bukan konselor laktasi. Saya bahkan tidak
pernah mendapat pelatihan apapun mengenai seluk beluk ASI dan menyusui. Saya
hanyalah petugas promosi kesehatan di puskesmas yang sangat cemas melihat tren
penggunaan susu formula di masyarakat. Pengetahuan saya tentang ASI dan menyusui
hanya saya dapat dari pengalaman saya menyusui Danisa hingga kini usianya 2
tahun 10 bulan. Selama 2 tahun 10 bulan, saya belajar tentang ASI dan menyusui.
Terhitung telat menurut saya. Seharusnya, usia saya belajar jauh lebih tua dari
usia Danisa. Ya, saya baru mempelajari ASI dan menyusui secara lebih dalam saat
Danisa sudah lahir.
Perasaan
‘saya bukan konselor laktasi, saya tidak pernah mendapat pelatihan mengenai ASI
dan menyusui’ inilah yang menjadi ganjalan hati saya saat saya akan menjalankan
program kelas edukASI di puskesmas tempat saya bekerja. Perasaan takut tidak
mampu membawakan materi dengan baik terus saya pikirkan.
Kelas
edukASI ini adalah usulan kegiatan yang saya ajukan di puskesmas. Sebenarnya,
saya ingin di Mataram ada kelas edukASI yang diprakarsai oleh AIMI. Sedih
rasanya melihat kota-kota lain sudah punya kegiatan kelas edukASI, tapi Mataram
yang ibukota provinsi Nusa Tenggara Barat ini belum punya. Kalah sama Tegal dan
Cilacap :(
Namun,
untuk mengahdirkan kelas edukASI dengan kurikulum AIMI, tentu harus ada
kelompok AIMI cabang Mataram terlebih dahulu. Bukan pesimis, tapi saya rasa
untuk memulai membentuk AIMI cabang Mataram rasanya butuh waktu yang agak lama.
Kebetulan, Desa Siaga kelurahan Rembiga (Desa Siaga yang sering disebut-sebut
paling top se-NTB) ingin memiliki program unggulan lain selain program donor
darah. KEBETULAN lagi, kelurahan Rembiga adalah kelurahan di wilayah Puskesmas
yang cakupan ASI eksklusifnya paling rendah. KEBETULAN LAGI, ada dana Bantuan
Operasional Kesehatan (BOK) yang dapat membiayai kegiatan inovasi di
masyarakat. Maka, saya ajukan usulan kegiatan kelas edukASI untuk wilayah
kelurahan Rembiga.
Tantangan
pertama yang muncul adalah menjelaskan maksud dan tujuan program ini karena
sudah ada kelas ibu hamil - yang tentu di dalamnya sudah ada materi mengenai
ASI dan menyusui. Argumentasi saya adalah kalo kelas ibu hamil, pesertanya
adalah ibu hamil saja. Nah, kalo kelas edukASI ini pesertanya tidak hanya ibu
hamil. Bisa suami, nenek, tetangga sekitar, ibu-ibu lain, atau para remaja.
Kenapa? Karena salah satu faktor keberhasilan menyusui adalah adanya kelompok
pendukung (support group) untuk ibu menyusui. Jadi, pengetahuan dan pemahaman
tentang ASI dan menyusui tidak hanya dimiliki oleh ibu hamil, tapi dimiliki
pula olah orang-orang disekitar ibu hamil.
Tantangan
kedua adalah ego program. Saya sadar betul, masalah ASI, ASI eksklusif,
menyusui, adalah bukan ranah program promosi kesehatan. Ini adalah ranah
program KIA dan program gizi. Saat merencanakan dan menyusun anggaran untuk
kelas edukASI ini, sebelumnya saya berdiskusi dengan teman-teman di kedua
program tadi. Saya sempat merasa kesal. Kelas edukASI ini dianggap tidak perlu
karena materinya sudah diberikan pada kelas ibu hamil, dianggap hanya
mengulang-ulang.
Tantangan
ketiga adalah perasaan saya tadi di atas. Jujur saya minder dan takut.
Bagaimana jika nanti ada pertanyaan yang tidak bisa saya jawab? Bagaimana jika
saya tidak mampu menguasai materi? Bagaimana jika…….
Tapi,
kegelisahan saya melihat di sekitar banyak bayi yang tidak mendapatkan haknya
akan asupan nutrisi terbaik -yaitu air susu ibunya sendiri- sudah tidak bisa
dibendung lagi. Semoga Allah swt memberi kelapangan dan kemudahan langkah,
amiiiiinnn..
Salam
ASI!