Kamis, 21 Maret 2013

Melawan Arus (2): Food Combining (part 1)

Sudah hampir 9 bulan saya mempraktekkan makan dengan metode Food Combining. Ketertarikan saya akan metode ini ya sejak mengikuti (follow) akun Twitter erikarlebang. Setelah mengikuti tagar #KibulanSusu, saya tertarik dengan salah satu tema twit Erikar yaitu #FoodCombining.

Banyak yang mencoba mencegah saya untuk mempraktekkan metode makan Food Combining ini. Salah satu kalimat pencegahan paling populer adalah:

"Erika, kamu kan udah kurus. Ngapain diet lagi??"

Haha. Gotcha! Berarti selama ini yang ada di benak orang kebanyakan adalah mengatur pola makan (yang biasanya disebut 'diet' dimana-mana) adalah untuk menjadi kurus. Badan kurus atau langsing dijadikan tujuan utama, bukan SEHAT. Padahal, tubuh yang sehat nantinya akan mampu mengatur berat badannya sendiri.

Sabtu, 09 Maret 2013

Melawan Arus (1) : #KibulanSusu

Tagar #KibulanSusu ini pasti udah nggak asing buat para followers erikarlebang. Tagar ini kalo saya diterjemahkan secara bebas artinya adalah: susu itu berguna untuk kesehatan? Ngibul tuh!
Ohya, susu yang dimaksud disini adalah segala jenis susu non Air Susu Ibu (ASI). Ya susu sapi, susu kambing, susu kedelai, dan kawan-kawan. Apapun bentuknya. Formula, UHT, dan lain-lain.

Melalui twit-twitnya, erikarlebang memberi penjelasan bahwa susu sapi dan susu lainnya sebenarnya tidak diperlukan oleh tubuh manusia. Pasti banyak yang nggak setuju sama kalimat yang saya garis bawahi tadi. Reaksi mayoritas yang timbul adalah:
1. Susu kan bagus buat kesehatan. Nutrisinya lengkap!
2. Susu itu tinggi kalsium. Bagus untuk pertumbuhan saat masa kanak-kanak dan mencegah osteoporosis.

Di sini saya tidak akan menjelaskan secara ilmiah kenapa dan bagaimana susu itu sebenarnya tidak diperlukan oleh tubuh manusia. Kalo pengen tau secara lebih detil dan ilmiah, sila meluncur ke webnya Erikar aja ya, di sini.

Di sini saya hanya mencoba menuliskan apa yang ada di kepala saya dan kondisi di sekitar yang berkaitan Kibulan Susu. Siapa tahu, kondisi yang saya tuliskan nanti juga terjadi di sekitar Anda.

Awal ketertarikan saya pada #KibulanSusu adalah tentang susu formula yang tidak bisa menggantikan posisi ASI bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi dan balita, kecuali dalam kondisi medis tertentu. Setelah mengetahui tentang ASI, ASI Eksklusif, MPASI, pola makan sehat serta menyapih ASI, keingintahuan saya bergerak ke arah ini:
Apakah setelah selesai masa menyusui (disapih), anak-anak perlu minum susu?

Senin, 04 Maret 2013

ASI, Sebuah Perjuangan (part 5): Bye Bye Cuti...

Setelah bercerita di part 4, sekarang ceritanya berlanjut tentang perjuangan memberi ASI Eksklusif berikutnya: masa cuti saya habis dan saya harus segera kembali bekerja.
Saat ini Danisa tepat berumur 3 bulan. Masa cuti saya memang pas dimulai saat saya melahirkan. Waktu lahirnya Danisa nggak diduga sebelumnya. Jadi, alhamdulillah saya punya waktu yang lebih panjang bersama Danisa di rumah.

Tapi, waktu selalu terasa cepat berlalu ketika kita menyadari sesuatu telah terlewat. Saya harus kembali ke kantor. Ada kekhawatiran meninggalkan Danisa, terutama mengenai asupan ASI-nya. Hingga saat saya akan kembali bekerja, Danisa belum mahir minum ASI perah (ASIP) dengan media apapun. Maksudnya belum mahir, Danisa nggak betah minum ASI dengan media-media itu. Kebanyakan dia mainkan, atau dilepeh-lepeh. Huhuhuhu...ASI udah capek-capek diperah malah dibuang-buang sama Danisa...

Untuk yang menjaga Dansia selama saya di kantor, saat itu saya tidak khawatir. Saya sudah dapet pengasuh? Nggak. Saya tidak khawatir karena Danisa akan dijaga oleh bapaknya sendiri. Tenang kan :D

Saat itu, kakak baru saja resign dari perusahaan tempatnya bekerja. Kakak resign karena diterima menjadi pegawai negeri sipil. Surat keputusan (SK) pengangkatan CPNS (yah tau sendiri lah..) keluarnya bisa makan waktu berbulan-bulan dari pengumuman kelulusan CPNS. Jadilah kakak di rumah menjaga Danisa sambil menunggu SK CPNS-nya keluar.

Kakak sudah saya bekali dengan keterampilan mengelola ASIP beku di freezer. Saya wanti-wanti agar memperhatikan jam saat ASIP dihangatkan, karena ASIP hanya boleh dikonsumsi dalam 6 jam setelah dihangatkan. Mengenai cara pemberian ASIP, kakak menyarankan agar saya tidak terlalu kaku. Saya kan maunya nggak usah pake dot. Kakak bilang, turuti aja Danisa, enaknya dia pake yang mana. Mungkin kakak juga berada dalam kondisi 'tidak siap' ternyata harus menjaga Danisa. Saya mengalah. Yang saya utamakan saat ini adalah ada yang menjaga Danisa dan memastikan ia mengkonsumsi ASIPnya.

Tibalah hari pertama saya masuk bekerja. Rasanya seperti masuk kerja untuk pertama kalinya. Senang sekaligus cemas. Oh ya, di rumah saya meninggalkan stok ASIP sebanyak kurang lebih 120 ml. Jumlah tersebut tentu kurang jika dibandingkan dengan jumlah jam saya meninggalkan Danisa. Saya mengetahui jumlah stok ASIP minimal yang harus ditinggalkan dari twit @aimi_asi. Mau saya masukkan artikal dari web AIMI tentang jumlah stok minilal ASIP, tapi web AIMI saat ini sedang under maintenance. Alhamdulillah ada artikel tentang Kalkulator Kebutuhan ASI dari web Ayah ASI kalo ada yang pengen tau stok minimal ASIP yang harus ditinggalkan di rumah.

Back to the topic. Sebelumnya, kakak bilang agar saya izin dari kantor jika nanti Danisa rewel. Maklum, selama ini kan kalo Danisa rewel, saya lah yang mengendalikan suasana. Kakak khawatir ntar nggak bisa menangani Danisa yang rewel.

Benarlah. Tepat jam 9, hp saya berbunyi. Ada panggilan dari kakak, Danisa rewel. Cusssssss, saya langsung kabur pulang. Setelah Danisa tenang, saya memandikan Danisa, kemudian menyusuinya lagi sampai ia tertidur kemudian kembali lagi ke kantor. Jarak antara rumah dengan kantor sekitar 15 menit. Jadi jika bolak-balik 30 menit saya habiskan di jalan.

Ritual ke kantor-pulang-menyusui-memandikan-menidurkan-kembali ke kantor ini kira-kira berlangsung selama 1 bulan. Saat saya sedang bersiap untuk memerah di kantor, panggilan untuk pulang kembali berbunyi. Walhasil kegiatan memerah saya jadi nggak konsen. Baru dapet 20 ml, pulang... Dan lama-lama, perjalanan bolak-balik kantor-rumah-kantor itu melelahkan juga.

Saya stres memikirkan hasil perahan ASI saya yang tidak maksimal di kantor. Saya mengajukan argumen kepada kakak, gimana hasil perah ASI saya bisa bertambah jika jadwal memerah di kantor terganggu. Sementara 'teror' untuk memberi susu formula tak kunjung berhenti.

Di rumah, waktu saya untuk memerah juga hampir tidak ada. Saat itu jam tidur Danisa masih belum terpola. Di atas jam 12 malam, Danisa terbangun dan tidak kunjung berhenti menangis hingga subuh. Jadi ketika Danisa tertidur, saya gunakan waktu itu juga untuk beristirahat. Tidak ada semangat untuk memerah ASI.

Setelah saya ajukan argumen tadi dan demi melihat stok ASIP yang tidak kunjung bertambah, akhirnya kakak setuju saya tidak usah melakukan ritual bolak-balik rumah kantor lagi. Masalah memandikan Danisa, kakak bilang Danisa dilap aja.

Dengan waktu yang lebih luang, saya lebih konsentrasi memerah ASIP. Jadwal memerah saya adalah jam 9 dan jam 11. Saya memerah di ruang istirahat bagi teman-teman bidan. Untuk masalah tempat memerah saya bersyukur karena puskesmas punya ruangan yang bisa digunakan sebagai tempat persembunyian untuk memerah. Setidaknya ruangan yang saya gunakan tertutup dan nyaman. Kasihan dengan teman-teman di Dinas Kesehatan yang nggak punya ruangan yang bisa digunakan setidaknya untuk bersembunyi. Bayangin, Dinas Kesehatan lho, malah ga punya tempat memerah ASI :p

Back to the topic.

Alhamdulillah lama-kelamaan hasil ASIP saya meningkat. Kakak juga semakin ahli mengurus Danisa. Kakak sudah bisa memandikan dan menidurkan. Konsumsi ASIP Danisa semakin meningkat. Dari yang biasanya stok ASIP selalu bersisa, kemudian saya yang harus mengejar stok ASIP karena Danisa selalu menghabiskannya. Danisa menggunakan dot untuk menghabiskan ASIPnya. Meskipun dalam hati saya nggak sreg, kakak bilang: yang penting Danisa minum ASI-nya. Alhamdulillah Danisa nggak pernah mengalami bingung puting. Mungkin Allah memudahkan usaha saya dalam memberi ASI Eksklusif buat Danisa :)

Saat memerah, ada kalanya saya mendapat hasil yang memuaskan, ada kalanya juga malah nggak sesuai harapan. Tentang wadah untuk menyimpan ASIP, kalo ngeliat pic di twit @aimi_asi, para busui disana menggunakan botol kaca, bukan botol dot plastik seperti yang digunakan teman-teman saya sesama pelaku ASI Eksklusif. Saya sampai mengira botol kaca itu dibeli di apotik.

Ternyata eh ternyata, setelah browsing dan tanya sana-sini, akhirnya saya tau kalo botol kaca itu adalah botol minuman vitamin C UC1000. Oh iya, tutupnya saya ganti pake tutup botol plastik. Setelah nyoba-nyoba, botol UC 1000 cocok sama tutup botol plastik Nutrisari. Agak gak pas kalo sama tutup botol Pocari Sweat.

Kenapa pake botol kaca bukan plastik? Ya karena bahan kaca adalah media yang paling aman untuk menyimpan makanan, tidak mudah berubah materi jika terkena suhu ekstrim seperti halnya plastik. Bisa aja sih pake botol dot plastik, pastikan food grade. Tapi kalo ada dan bisa mengusahakan yang lebih baik kenapa nggak? :)

Jadi, alat perang yang saya bawa untuk memerah berupa:
1. Tas plastik kecil yang awalnya dipake buat tempat toiletriesnya Danisa
2. 2-3 botol kaca.
3. Tisu (buat ngelap-ngelap ASI yang netes)
4. Bolpoin/spidol (buat nulis tanggal dan jam pemerahan ASIP di stiker)
5. Stiker harga yang ukuran paling kecil
6. Plastik es ukuran 1/4 kg (buat mbungkus botol kaca yang udah terisi ASIP)
7. Antis atau sejenisnya (in case saya nggak nemu sabun buat cuci tangan)

Semuanya saya taruh dalam wadah tas kecil. Saya menggunakan tas kecil dari Zwitsal yang awalnya berfungsi sebagai tempat sabun dan shampo. Sumber daya yang tersedia ya adanya itu, jadi dimanfaatkan saja...

-to be continued-

Sabtu, 02 Maret 2013

Mohon Dibaca Jika Suatu Hari Nanti Anda Jadi Pejabat :))

Amat sangat sering, wilayah kerja Puskesmas tempat saya bertugas kedatangan tamu. Dari kunjungan lapangan, baik itu mahasiswa maupun pelatihan tenaga kesehatan, para dokter spesialis, ibu-ibu persatuan dari instansi baik itu pemerintah maupun swasta, dan tentu saja pejabat.
Menurut saya, banyaknya kunjungan itu disebabkan oleh kondisi masyarakat di wilayah kerja Puskesmas. Masih inget kan booming kasus gizi buruk di NTB sekitar tahun 2005? Penderita gizi buruk yang pertama kali terekspos ke media asalnya ya di wilayah kerja Puskesmas tempat saya bertugas sekarang. Hingga saat ini pun, wilayah kerja Puskesmas ini masih menjadi penyumbang terbesar kasus gizi buruk di Mataram.

Kondisi mayoritas masyarakat juga masih berada pada status ekonomi ke bawah. Bisa disebut miskin. Hal inilah yang menjadi 'daya tarik' wilayah kerja Puskesmas tempat saya bertugas menjadi sasaran empuk untuk dikunjungi banyak pihak.

Kali ini, salah satu lingkungan akan kedatangan tamu lagi. Roadshow Tim Penggerak PKK Prop.NTB dan Kota Mataram akan mengunjungi lingkungan Mapak Belatung. Kegiatan ini diorganisir oleh pihak kecamatan. Puskesmas 'hanya' bertugas menyiapkan data hasil program posyandu, serta melaksanakan pemeriksaan dan pengobatan pada lansia.