Saat sedang iseng berselancar di Facebook, saya tertarik
membaca status seorang teman. Status teman saya itu intinya menghitung
pendapatan yang ia dapatkan sebagai seorang PNS tidak sebanding dengan biaya
yang harus dikeluarkan untuk keperluan
hidup sehari-hari. Dalam status tersebut,
teman saya menyebut pendapatannya sekitar 3 juta rupiah. Oh iya, teman
saya ini seorang pria dan belum menikah.
Jadi lakik kok ya rempong toh ya? :D :D
Saya sendiri ribet membaca status temen saya itu. Penuh
dengan hitung-hitungan jenis biaya hidup sehari-hari. Maklum, pihak sini kan
udah berumah tangga. Jadi udah lumayan mahir tiap hari puter otak belanja buat kebutuhan rumah.
Saya kemudian berkaca pada diri sendiri. Sebagai sepasang
suami istri PNS yang sebagian gajinya sudah dipotong bank, saya dan suami
merasa gaji kami tak cukup membiayai hidup hingga akhir bulan. Tanggal 15 itu
gaji sudah tinggal tersisa 10% aja.
Kalo dipikir pake hitungan logika: Lha, 15
hari lagi keluarga saya makan pake apa? Kembang depan rumah?
Saya dan suami sering ngobrol, bercerita tentang kondisi
keuangan keluarga kami. Mau ini nggak cukup, pengen itu nggak ada duit. Tapi
ujung-ujungnya, kami berdua selalu jadi bersyukur dengan apa yang sudah kami
miliki sekarang. Lupa deh sama keluhan-keluhan tadi :)
Bukan bermaksud sombong. Meski gaji habis di tengah bulan,
meski kami nyaris nggak punya tabungan, setidaknya kami punya rumah yang sehat
dan nyaman. Upsss..belum sepenuhnya ‘punya’ sih. Itu rumah masih mengangsur di
bank untuk 13 tahun ke depan :D.
Kalo ngomong masalah rumah ini, saya sampai
sekarang nggak bisa berpikir: darimana saya dan suami punya keberanian untuk
memperjuangkan rumah ini?
Ya itu tadi, kalo dihitung-hiitung dengan logika, gaji kami
nggak bakal cukup untuk memperbaiki rumah sampai jadi rumah yang sehat dan
nyaman untuk ditinggali. Standarnya sehat dan nyaman aja yaaaa.. Nggak pake mewah..
:D :D :D
Alhamdulillah orangtua kami amat membantu. Jadi jangan dikira
abis nikah kita bakal jalanin hidup mandiri sepenuhnya lepas dari orangtua. Itu
buktinya Bapak, Ibu, dan Ibu mertua membantu keuangan saya dan suami untuk
memperbaiki rumah
.
Selanjutnya, alhamdulillah kami punya kendaraan yang
nyaman.Nyaman untuk standar kami lhooooo.. Seenggaknya bisa melindungi dari
hujan dan bisa jalan dengan lancar.
Alhamdulillah saya
punya bibik yang menjaga Danisa dengan baik saat saya meninggalkan rumah untuk
bekerja dan alhamdulillah saya masih bisa membayar gaji bibik tepat waktu.
Alhamdulillah saya bisa melunasi tagihan air, tv, dan listrik
setiap bulan.
Alhamdulillah masih bisa menyisihkan gaji untuk zakat.
Alhamdulillah bisa mengajak Danisa dan bibik jalan-jalan
melihat keindahan pantai di Lombok. Kalo nggak ya
ajak Danisa mancing ikan plastik di Taman Udayana pun udah bikin Danisa
melonjak gembira.
Alhamdulillah kami masih bisa wisata kuliner di tempat makan
favorit kami, kalo nggak seminggu sekali ya sebulan sekali lah :D :D :D
Pada akhir bulan, apakah keluarga saya hidup sekarat atau
jadi penderita busung lapar karena nggak makan?
Alhamdulillah… Kami sekeluarga tetap sehat dan menjalani
aktivitas seperti biasa.
Maka, nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan?
Ah, teman saya itu sepertinya belum kenal supir di kantor
saya. Pak Amir namanya. Sebagai seorang pegawai kontrak, pak Amir tidak punya
penghasilan dengan standar sebagaimana seorang PNS. Penghasilan pak Amir dari
kantor cuma 400 ribu rupiah. Kesibukan pak Amir sebagai satu-satunya
supir di kantor melebihi kesibukan seorang PNS. Mengantar tim posyandu,
mengantar petugas yang mau penyuluhan ke sekolah, merujuk pasien, sampai
mengantar bos yang pengen nyari printer buat kantor.
Saya yakin. jauh di dalam lubuk hati pak Amir, ia pasti ingin punya status Pegawai Negeri Sipil.
Saya sempat ngobrol dengan pak Amir, menanyakan kehidupannya
sehari-hari. Saya kaget begitu tau anak pak Amir jumlahnya 4 orang dan yang
paling sulung saat ini hampir lulus Madrasah Aliyah. Istri pak Amir kerja apa?
“Istri saya ya ibu rumah tangga biasa..”, pak Amir menjawab dengan santai
seperti di pantai.
Helllllloooooo… Itu gaji 400 ribu gimana bisa mau ngidupin 4
orang anak?????
Lalu, apakah anak-anak pak Amir menderita gizi buruk? Ternyata:
Nggak tuh.
Pak Amir? Apakah tetap ia lantas menjadi kusut kurus kering
serta selalu bermuram durja?
Nggak. Pak Amir kami kenal sebagai pribadi yang rajin,
disiplin, ramah, dan suka bercanda :)
Mungkin begitu lah yang namanya rezeki. Tidak bisa kita
menghitungnya jika memakai logika matematika 1 + 1 = 2.
“The hardest arithmetic to master is that which enables us to count our blessings.”
― Eric Hoffer
Tapi bukan berarti lalu
kita ongkang-ongkang kaki dan punya gaya hidup yang semena-mena dengan berkilah
“ah entar ada rezeki yang dateng..”. No pain no gain lah ya. Kalo pengen punya
hidup dengan standar yang lebih tinggi, ya silahkan berusaha lebih keras untuk
mendapatkan uang lebih banyak.
"Gaji berapa pun cukup, asal gaya hidup lo nggak ketinggian." ~ ngutip dari FB
"Gaji berapa pun cukup, asal gaya hidup lo nggak ketinggian." ~ ngutip dari FB
Kemudian, setelah meribetkan diri sendiri dengan status teman itu, saya membaca komen-komen yang tertera di bawahnya. Ternyata teman saya itu sedang mengkritik himbauan hidup sederhana untuk
jajaran kementerian.
Ealah…
Udah aja saya jadi berpikir kemana-mana sampe jadi tulisan
sepanjang ini :p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar