Saya bertahan. Saya semakin memperkeras isi
kepala saya yang aslinya memang sudah keras (keras kepala maksudnya). Saya
teguh memperjuangkan ASI saja untuk Danisa. Keras kepala dan keteguhan saya
pelan-pelan membuat orang rumah diam saja, tidak bertanya dan berkomentar
macam-macam. Tapi, saya seperti merasa asing. Saya merasakan mbah kakung dan
mbah uti-nya Danisa tetap tidak percaya ASI.
Saya dan adik-adik saya adalah hasil susu
formula. Tidak ada diantara kami yang sukses sebagai sarjana ASI Eksklusif.
Apalagi saya. Waktu saya lahir dulu, berat lahir saya 2700 gr. Saya lahir saat
usia kandungan ibu baru berusia 7 bulan. Karena lahir lebih dini, saya
diputuskan untuk diberi susu formula. Lactogen merknya.
Saya selalu diceritakan oleh Bapak. Bertahun-tahun
setelah menikah, Bapak nggak bisa membuat rumah sendiri. Gaji Bapak habis tersedot
untuk membeli susu anak-anaknya. Dulu saya menganggap itu adalah pengorbanan
orangtua untuk saya dan adik-adik. Tapi setelah belajar tentang ASI, saya
berpikiran (tepatnya mencibir): Siapa suruh pake susu formula. Tapi sekarang
saya justru kasihan. Bapak Ibu dulu pasti nggak punya akses informasi yang
memadai tentang ASI. Bapak Ibu dulu pasti dicekoki oleh para tenaga kesehatan
tentang susu formula. Pada waktu itu, antara 1980-1990, saya rasa promosi gencar akan ASI tidak seramai sekarang. Iming-iming 'kehebatan' susu formula juga saya rasa masih keras didengungkan.
Kadang jika perang urat syaraf terjadi diantara
saya dan Bapak tentang ASI untuk Danisa, puncak dari komentar pedas Bapak
adalah: “Bapak ini juga orangtua, pernah punya bayi, dulu juga mengurus bayi.”
Maksudnya, saya yang baru kemaren sore jadi ibu
baru kok se-begitu keras kepala
menentang pemberian susu formula untuk Danisa. Padahal kami anak-anak
Bapak dulu juga pake susu formula. Toh kami sekarang masih hidup, sehat-sehat
semua pula.
Tapi Bapak mungkin lupa dan tidak menyadari.
Adik saya Adi, mencret-mencret waktu usianya belum genap 1 tahun. Saya ingat
Ibu bergumam, “.....mungkin karena susunya (Dancow) ada kandungan madunya ya,
makanya mencret...”. Saya perhatikan, kondisi saya dan adik-adik ketika kecil juga
mudah sakit. Hal ini terbawa hingga kami menginjak remaja. Kondisi yang paling
terlihat hingga saat ini adalah obesitas. Ya, 2 adik saya terlampau gemuk.
Boleh lah dikatakan jika pola makan mereka sampai saat ini tidak tepat. Tapi
memang dari kecil, 2 adik saya ini selalu gemuk, tidak pernah mengenal kurus.
Ketika usia Danisa menginjak 2 bulan, tubuhnya
mulai terlihat berisi. Pernah suatu saat Danisa diajak main sama mbah uti-nya.
Ibu saya berkomentar: “Padahal cuma pake ASI aja ya, kok bisa ya bikin Danisa
tambah besar?”. Dalam hati saya tersenyum pahit. ASI, ciptaan Allah swt,
yang sudah jelas-jelas tertulis dalam surat Al-Baqarah, diragukan dapat memberi kehidupan.
Danisa saat berusia kurleb 1 bulan |
Danisa saat berusia 1,5 bulan |
Danisa saat berusia 2 bulan. Lihatlah pipi dan lengannya :D |
Pengen nowel-nowel :D |
Seharusnya, pada waktu itu, saya mulai menabung
ASI perah (ASIP). Tapi ya itu tadi, informasi yang saya peroleh belum lengkap.
Saya sudah mencoba untuk mulai memerah ASI. Tapi hasilnya mengecewakan. Selama
10 menit memerah, saya hanya memperoleh 10 ml saja dari kedua PD.
Saya berkonsultasi pada salah seorang teman di
Dikes. Teman saya ini juga merupakan pejuang ASI. Dia terkenal membawa
perlengapan memerah kemana-mana. Aneh ya, di institusi kesehatan sendiri aja
ibu menyusui bawa perlengkapan memerah aja dinilai sesuatu yang luar biasa.
Maksudnya, di luar dari kebiasaan umum.
Saya bertanya pada teman saya itu, kok hasil
perahan saya sedikit. Sepuluh menit memerah cuma dapet 10 ml. Itu aja udah dari
kedua PD. Jawaban teman saya bukannya menenangkan, justru malah bikin saya
tertekan. “Loh kok sedikit banget sih? Saya lho dari 1 PD aja bisa dapet 80
ml.”
Saat itu saya nggak tau, bahwa hasil perahan
ASI akan semakin banyak jika frekuansi memerah juga semakin sering dan
konsisten. Lha itu tadi kan saya baru aja belajar memerah. Pertama kali memerah
ASI. Gimana nggak bikin kepikiran coba?
Dari sini saya belajar. ASI dan menyusui wajib
mulai dipelajari saat kita tahu kita positif hamil. Selain itu, sosialisasi ASI
harus sedini mungkin dilakukan pada keluarga agar kita mendapat dukungan. Penyebab
kegagalan pemberian ASI Eksklusif dan diteruskan hingga 2 tahun tidak
jauh-jauh.
Keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar