Kamis, 29 Maret 2012

ASI: Sebuah Perjuangan (part 2)

Niat untuk memberi ASI saja kepada Danisa tidak pernah saya duga akan mendapat komentar yang tidak enak dari orang-orang di rumah. Saya dasarnya punya sisi kepribadian yang tidak mudah menerima kritik, cepat runtuh ketika mendengar komentar yang tidak menyenangkan. Hal tersebut justru memperparah situasi. Ketika mbah kakung dan mbah uti-nya Danisa selalu memborbardir saya dengan pertanyaan dan pernyataan yang bernada pesimis dan meremehkan ASI, saya justru bereaksi negatif. Saya membalas pertanyaan dan pernyataan itu dengan tidak sabar dan penuh emosi. Saya jengkel karena tidak didukung. Saya marah karena air susu saya diragukan.

Komentar pertama yang mencuat tentang keputusan saya memberi ASI saja untuk Danisa adalah saat saya pulang dari RS Risa (baca tulisan ini). Begitu sampai di rumah, pertanyaan pertama dari bapak saya adalah: "Gimana, dokternya nggak nyuruh buat ngasi susu formula..?"

Saya menghela napas. " Enggak..", kata saya menjawab pendek. Enggan berpanjang-panjang.

Bapak saya menyambung lagi, " ASI nggak cukup Ka buat anaknya. Harus dibantu (susu formula)."

Emosi saya langsung naik mendengar pernyataan itu. "Bisa kok. Temen Ika aja bisa pake ASI aja..". Ketus.

" Iya..itu kan temennya Ika..."

Saya tambah ketus membalas, " ASI dimana-mana sama aja!".

Bapak dan saya sebenarnya memiliki kepribadian yang sama. Sama-sama keras kepala, sama-sama teguh memegang pendirian. Tapi, bapak saya ini doyan mengeluarkan komentar yang bikin 'jleb'. Nggak tedeng aling-aling. Kemudian bertemu dengan kepribadian saya yang tidak mudah menerima kritik, jadilah perang adu urat syaraf. Selamat.

Komentar-komentar bernada pesimis yang berseliweran di rumah jelas membuat pertahanan saya runtuh. Suami? Ia berada dalam posisi mengambang. Sebenarnya, suami mempercayakan sepenuhnya pada saya tentang keputusan memberi ASI ini. Tapi ya itu tadi, karena kami masih tinggal di rumah orangtua saya ditambah dengan kepribadian bapak yang dominan, terkadang membuat suami saya ciut untuk membela saya di muka umum.

Usia 2 minggu berat Danisa berkurang 300 gram menjadi 2800 gram. Saya tambah drop. Saya cemas apakah niat saya memberi ASI. Kondisi tubuh Danisa juga terlihat lebih langsing dari waktu ia dilahirkan. Lagi-lagi, kondisi ini memancing keluarnya komentar-komentar sinis nan pedas itu. Saya disalahkan semua orang. "Makanya makan yang banyak..biar air susunya banyak..".

Saya sedih. Disaat tengah berusaha membangun pertahanan akan niat memberi ASI, disaat saya menjaga pertahanan itu agar tidak berceceran, saya disalahkan. Mungkin karena memang saya yang dari sononya tidak mudah menerima kritik, jadinya seperti itu.

Saya waktu itu tidak tau bahwa adalah hal yang lumrah jika berat badan bayi baru lahir berkurang 10% di minggu awal kehidupannya. Hal itu terjadi karena bayi membuang semua cairan yang ia bawa waktu lahir sehingga berat badannya menyusut. Saya juga tidak paham benar bahwa ASI bertambah banyak jika semakin banyak dikeluarkan (disusui atau diperah) dan produksi ASI sangat bergantung pada kondisi emosional ibu.

Ini foto Danisa waktu berusia 3 hari
 Danisa waktu berusia 2 minggu     


Tidak ada komentar: