Sabtu, 01 Maret 2008

Bunga Kamboja dari Bejo

Saya punya seorang sahabat. Namanya Ifa. Ifa dan saya adalah teman satu angkatan di FKM Unair. Gara-gara bergabung di Departemen Penalaran BEM, saya dan Ifa semakin hari semakin dekat. Semakin sering bercerita.

Anaknya kecil, putih, imut, dan cantik. Waktu belum terlalu mengenal Ifa, saya mengira Ifa adalah tipe perempuan yang kemayu, lemah lembut, sedikit penakut (hehehehe..piss Fa..). Tipikal perempuan Jawa yang sering diidentikkan orang lah.

Time goes by..saya semakin kenal dengan Ifa. Saya mempercayakan beberapa urusan pribadi padanya. Padahal saya nggak pernah gampang percaya sama orang lain. Tapi, sama Ifa lain. Karena semakin saya mengenal dia, saya semakin percaya padanya. Tak lain tak bukan karena Ifa adalah seorang yang bijak dalam memandang masalah. Saya lupa pada kesan pertama saat saya mengenalnya. Ifa yang saya kenal sekarang adalah Ifa yang memegang prinsip, tegas, dan gigih dalam mempertahankan keinginan.

Ya.. Dont judge a book by its cover.
------
Bejo adalah teman sekelas saya sewaktu SMA. Dari SMA dulu saya udah tau kalo emang sesosok Bejo adalah makhluk yang lain daripada yang lain. Kalo adu pendapat, sama Bejo sih nggak ada habisnya. Pendapatnya nyleneh nggak ketulungan.

Pas kuliah, saya semakin "takjub" dengan Bejo. Bejo tambah kurus, tambah nyentrik, dan rambutnya tambah panjang. Gondrong abeeeeeessss. Bejo keliatan nggak ambil pusing sama penampilannya. Kata Andre sih, anak nyeni kayak Bejo wajar kalo gondrong dan nyentrik gitu.

Tapi, suatu ketika pendapat saya seketika langsung berubah terhadap Bejo. Waktu itu, saya sedang mengikuti pelatihan WSLIC-2 di Batu. Mumpung ada di sekitar Malang, saya menghubungi beberapa teman yang ada di Malang, termasuk Bejo. Nggak beberapa lama, Bejo dan Nida dateng ke hotel tempat saya menginap.

Malam terakhir saya di Batu, saya sedang asik menikmati farewell party dengan teman-teman pelatihan. Tiba-tiba sebuah panggilan masuk ke ponsel saya. Dari Bejo. " Er, aku ada di bawah. Turun ya.."
Saya agak kaget. Bejo nggak pernah bilang mau dateng lagi. Sampe di halaman hotel, tanpa basa-basi saya langsung menyembur Bejo dengan pertanyaan: " Kamu ngapain dateng lagi?". Nggak sopan banget sebenernya. Maksud saya adalah ada apa kok dateng lagi. Tapi yang keluar dari mulut saya kalimat kayak gitu.

Bejo mengeluarkan dua buah bungkusan dari balik motor. Saya heran ada dedaunan muncul dari bungkusan itu. Dengan gaya orang yang sebulan nggak liat makanan, saya dengan rakus dan beringas membuka bungkusan itu.

"Ooooohhh..bunga kamboja jepang ya.."
Bejo dengan kalem menjawab, " Iya. Aku tuh keliling nyarinya. Aku sengaja beli 2. Kata yang jual sih, dua pohon kamboja itu berjodoh."
Saya seneng dikasih bunga kamboja jepang sekaligus "capeeeee deeehhh" waktu denger dia bilang kamboja itu berjodoh.
Di titik ini, pandangan saya langsung berubah tentang Bejo. Di luar rambut gondrongnya, badan kurusnya, pendapat aneh dan nylenehnya (yang kadang bikin saya sakit ati karena pendapat saya bisa dia kalahkan), Bejo adalah cowok yang romantis.


(Jo..ini kamboja-nya kalo lagi berbunga..)